Gunung Agung Di Mata Pendaki Indonesia
JAKARTA, KOMPAS.com - Gunung Agung di Bali memang tidak
temasuk tujuh gunung tertinggi di Indonesia. Meski begitu, jalur pendakiannya
tak bisa dipandang sebelah mata.
Di mata para pendaki Indonesia, Gunung Agung punya keunikan
dan kisah tersendiri.
"Saya naik lewat Pura Pasar Agung. Jalurnya setelah
melewati jalur hutan cukup 'edan'. Bebatuan terjal, unreal, dan bikin kaki
pegal. Apalagi kalau dari Pura Pasar Agung, jalur ke puncak harus melipir
punggungan (gunung)," tutur Meizal Rossi, salah seorang yang baru-baru ini
mendaki Gunung Agung, kepada KompasTravel.
Untuk pendakian "tektok" alias tanpa kemping, Gunung
Agung rupanya cukup menguras tenaga. Meizal menyebutkan bahwa di gunung
tersebut tidak ada sumber air.
"Secara karakter kalderanya mirip dengan Gunung Ciremai
(Kuningan, Jawa Barat)," tambahnya.
BACA: Bila Gunung Agung Erupsi, Kota Denpasar Jadi Tempat
Evakuasi Wisatawan
Pendaki lain, Iwan Setiawan mengatakan bahwa hutan di Gunung
Agung masih cukup rapat dan selalu diselimuti kabut pada siang hingga sore
hari.
"Kalau lewat jalur Pura Agung Besakih, jalurnya nanjak
terus. Kelihatan kan dari foto udara. Kawasan puncaknya tidak ada vegetasi,
dominan pasir dan batu. Jalan setapak menanjak dengan beberapa puncak tipuan
sebelum sampai puncak tertinggi di bibir kawah," papar Iwan yang melakukan
pendakian saat Ekspedisi Cincin Api Kompas kepada KompasTravel.
Gunung Agung merupakan gunung yang paling disakralkan oleh
umat Hindu di Bali. Tak heran, gunung ini dipenuhi aura mistis serta punya
banyak aturan adat yang wajib dipatuhi.
ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana Polisi dan warga memantau
aktifitas Gunung Agung di Pos Pemantauan Desa Rendang, Karangasem, Bali, Jumat
(15/9). Sejak Kamis (14/9), status Gunung Agung dinaikkan menjadi level waspada
menyusul peningkatan aktifitas gunung tersebut sejak bulan Agustus namun hingga
kini masih dinyatakan aman.
Pada 2009, tim Kartini Petualang pernah mendaki Gunung Agung
dari Pura Pasar Agung. Sehari sebelumnya, dilakukan upacara kecil untuk memohon
izin dan keselamatan pendakian oleh pedanda (pemuka agama Hindu) di sana.
"Kami duduk tertib di lantai pelataran pura, dan
pedanda berada di depan menghadap kami. Lalu doa-doa dia ucapkan, dan
sesudahnya diangsurkan asap dari lidi dupa yang menyala selama ritual
tersebut," tutur YTA Gultom, anggota Kartini Petualang kepada
KompasTravel.
Kemudian, lanjutnya, air dari bokor dengan bunga-bunga
dipercikkan ke kami. Ritual ini tidak boleh diikuti oleh perempuan yang sedang
haid.
"Setelah itu kami membasuh wajah dengan air yang ada di
bokor kami masing-masing," lanjut YTA Gultom.
Meski dikenal cukup menantang dan kental oleh kesan mistis,
Gunung Agung tetap menyisakan pengalaman menyenangkan bagi para pendaki.
"Seru, selalu punya perasaan haru dan senang setelah
mendaki titik tertinggi sebuah pulau," tutur Meizal.
Pendaki lainnya, Ni Putu Velda Saraswati, mengungkapkan rasa
bahagianya saat melihat kawah Gunung Agung.
"Bersyukur banget bisa lihat kawahnya waktu itu. Lihat
keliling Bali, Gunung Abang, Gunung Batur. Bisa lihat sunrise, lihat awan-awan.
Bersyukur juga bisa bisa sembahyang di puncak gunungnya, walau anginnya sangat
kencang," tutur pendaki beragama Hindu itu.
Komentar
Posting Komentar